MENGGUNAKAN
DANA OTONOMI KHUSUS BAGI KEPENTINGAN PRIBADI DAN KELOMPOK LALU MEMBUAT
SENGSARA MASYARAKAT ADAT PAPUA BARAT, BERBUNTUT SEMAKIN MENGUATNYA
TUNTUTAN ASPIRASI PAPUA BARAT MERDEKA SEBAGAI AKIBAT PELAYANAN
PEMERINTAHAN YANG BURUK DAN DIANGGAP GAGAL.
Oleh. Dorus Wakum
Mengapa
Provinsi Papua dan Papua Barat masuk dalam daftar urutan pertama dan
kedua provinsi termiskin di Indonesia?, hal ini tidak seimbang dengan
besarnya dana otonomi khusus yang digelontorkan oleh Pemerintah Pusat ke
Tanah Papua Barat, belum lagi APBD, APBD-P, Dana Ibah dari pusat
melalui berbagai departemen maupun kementerian, tetapi realita
pembangunan infrastruktur yang berdampak kepada kesejahteraan masyarakat
tidaklah berarti apa-apa.
Kemampuan Para Pemimpin di Tanah Papua
Barat dalam melayani warga masyarakat patut dipertanyakan, dengan
banyaknya gelar yang disandang tidak serta merta merubah pelayanan
pemerintahan daerah bagi masyarakat, tetapi sebaliknya korupsi semakin
marak dan meluas. Apa sesungguhnya yang menyebabkan masyarakat adat
papua dan papua barat tetap hidup dibawah garis kemiskinan.
Menurut
hasil Sensus BPS 2010, bahwa Provinsi Papua Barat dan Papua menempati
urutan pertama dan kedua, BPS mencatat sejumlah wilayah masih menghadapi
persoalan kemiskinan yang tinggi. Bahkan, angka kemiskinan yang
tertinggi itu justru terjadi di wilayah dengan kekayaan sumber alam
melimpah, seperti Papua dan Papua Barat. Prosentase angka kemiskinannya
mencapai 34-36 persen, jauh lebih besar dibandingkan rata-rata nasional
sebesar 13,33 persen.
Selain Papua, propinsi lain yang memiliki
prosentase penduduk miskin tinggi adalah Maluku, Nusa Tenggara, Aceh,
Bangka Belitung dan lainnya. Jumlah penduduk di propinsi-propinsi
tersebut yang memang tidak sebanyak di Jawa, tetapi secara prosentase
dibandingkan total penduduk di wilayah tersebut, kelompok orang
miskinnya sangat tinggi.
Sementara itu, Forum Indonesia untuk
Transparansi Anggaran (FITRA) melansir Provinsi terkorup di Indonesia
selain, diantaranya; 1). Provinsi DKI Jakarta dengan kerugian negara
sebesar Rp 721.519.140.000 (715 kasus). 2). Provinsi Aceh Rp
669.849.650.000 (629 kasus). 3). Provinsi Sumatera Utara Rp
515.569.770.000 (334 kasus). 4). Provinsi Papua Rp 476.986.970.000 (281
kasus). 5). Provinsi Kalimantan Barat Rp 289.858.520.000 (334 kasus).
Dan 6). Provinsi Papua Barat Rp 169.053.340.000 (514 kasus). Hal ini
membuktikan bahwa benar-benar papua dan papua barat terpuruk dalam
pengelolaan anggaran negara selama 2005-2011.
Sementara dari hasil
audit BPK-RI bahwa pengelolaan Dana Otonomi Khusus sejak 2002-2010,
dari dana Otsus senilai Rp. 28.842.036.297.420,00. Yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan senilai Rp. 19.113.680.046.146,00 untuk Provinsi
Papua dan Papua Barat.
Dari hasil audit BPK-RI bahwa terdapat
temuan pencairan dana otonomi khusus yang dilakukan oleh
Gubernur,Bupati, Wali Kota, dan Kepala SKPD se Provinsi Papua dan Papua
Barat tidak sesuai peruntukannya.
Salah satu contoh adalah
kebijakan mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu,SH dan Kepala BPKAD
Provinsi Papua Dr. Ahmad Hatary yang telah mendepositokan Dana Otsus
senilai Rp. 1,2 Trilyun di Bank Pembangunan Daerah Papua (BPD) dan Bank
Mandiri Cabang Utama Jayapura yang mana Dr. Ahmad Hatary melakukan
pemindahbukuan tanpa menggunakan mekanisme SP2D dan SPM, sehingga dapat
diduga bahwa penggunaan dana tersebut tidak jelas peruntukannya.
Dari
hasil Sensus BPS 2010, bahwa Provinsi Papua Barat dan Papua berprestasi
pada tingkat termiskin di Indonesia, selanjutnya Forum Indonesia untuk
Transparansi Anggaran (FITRA) melansir predikat provinsi terkorup di
indonesia; dimana Papua menempati urutan ke 4 , sementara Papua Barat
urutan ke 6 sejak 2005-2010. Dari Dana APBN,APBD, termasuk Dana Otsus
senilai Rp. 28,8 Trilyun dengan kerugian negara yang wajar diduga
senilai Rp. 19,1 Trilyun.
Untuk hal dimaksud, maka benar bahwa
Korupsi Struktural yang selama ini terjadi di Tanah Papua Barat , sejak
digulirnya Dana Otonomi Khusus tahun 2002-2010 ternyata telah terjadi
banyak terdapat kerugian negara yang disalahgunakan untuk kepentingan
pribadi,kelompok, dan kroni-kroni para pejabat yang selama ini tidak
peduli akan situasi dan kondisi sosial masyarakat adat di tanah papua
barat yang mengakibatkan Kemiskinan Akud dan semakin memacu semangat
tuntutan Aspirasi Papua Barat Merdeka.
Walhasil, Isu Papua Barat
Merdeka dijadikan bargaining oleh para pejabat yang diduga telah
melakukan tindak pidana korupsi guna melegalkan perbuatan mereka yang
ternyata bejat dan busuk. Maka Pemerintah dalam hal ini aparat penegak
hukum sudah seharusnya menangkap dan menahan para pelaku yang selama ini
telah membuat jurang pemisah antara rakyat dan pemerintah.
“ Korupsi adalah suatu tindakan busuk dan jahat yang dilakukan oleh orang
pribadi, kelompok maupun korporasi untuk memperkaya diri dengan
menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan yang mengakibatkan kemiskinan
bagi orang lain dan negara dirugikan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar