Rabu, 16 Januari 2013

United Nations and Non-Self-Governing territories

The basic idea of the UN Charter is given in article 1, which in part 2 says "To develop friendly relations among nation based on respect for the principle of equal right and self-determination of people, and to take other appropriate measures to strengthen universal peace"

The Charter in chapter 11 provides respect for the equal rights & self-determination of Non-Self-Governing territories which are occupied by UN members by telling those UN nations how to treat the non-self-governing territories.

The Charter in chapter 12 defines a "Trusteeship System" by which the UN can occupy or administrate a non-self-governing territory, a "trust territory". The chapter allows options for either the UN or a member of the UN to be the colonial power to occupy and administrate the trust territory.

Finally, the Charter in chapter 13 creates a Trusteeship Council and explains obligations which the Trusteeship Council has towards non-self-governing territories which are subject to the Trusteeship System.

READMORE....!!

Selasa, 15 Januari 2013

Concerned WPAT, RI Limiting UN Special Rapporteur Visit Papua and Ambon Prisoner

West Papua Advocacy Team
c/o PO Box 21873
Brooklyn, NY 11202-1873
wpat@igc.org
+1- 575-648-2078


The Honorable Hillary Rodham Clinton
Department of State
Washington, DC 20520


Dear Secretary Clinton,

The West Papua Advocacy Team respectfully requests that you raise the following concerns in your upcoming meetings with Indonesian officials during your visit to Jakarta:

The Killing of Mako Tabuni

On June 14 in West Papua, Government of Indonesia security elements shot and killed Mako Tabuni, a prominent Papuan human rights advocate. According to eyewitnesses, Mr. Tabuni was shot by plainclothes officers after he eluded their attempts to force him into an unmarked vehicle. Although he was badly wounded, the plainclothes officers failed to take him to a nearby hospital and instead brought him to a distant police facility where he died. The appearance and modus operandi of the security officials strongly suggest that they were members of the U.S.-funded "Detachment 88." This unit has been accused of human rights violations in West Papua and elsewhere by reputable human rights organizations.

The issue of impunity continues to prevail in Indonesia and Timor-Leste because the authorities of the two governments only want to improve diplomatic relationships and have neglected the human rights violations that occurred during the Indonesian occupation.
We strongly urge you to insist that the Government of Indonesia conduct a thorough and transparent investigation of the killing of Mako Tabuni.

Military Operations Impacting Civilians

For decades the Government of Indonesia has conducted military operations in remote areas of West Papua purportedly aimed at countering the activity of the small, lightly-armed Papua Freedom Movement (OPM). These operations have severely affected local civilians resulting in the destruction of homes, places of worship and public buildings, and causing the flight of civilians to nearby forests where they face life threatening conditions. Invariably, security forces impede efforts by humanitarian relief organizations to assist these displaced civilians. Many civilians have died as a result of these military operations. Currently such an operation is underway in the Paniai region.

We strongly urge you to call on the Government of Indonesia to cease resort to armed measures to address largely peaceful Papuan protests and to permit humanitarian relief organizations to respond to the urgent human need generated by these military operations.


See more: Concerned WPAT
READMORE....!!

Kamis, 20 Desember 2012

West Papua Cry For Freedom 2012

Tragedi Kemanusiaan di Papua Barat

Photo 1. Tragedi Kemanusiaan
Photo 2. Idem
Photo 3. Idem
Photo 4. Idem

Photo 5. Idem
Photo 6. Idem
Photo 7. Idem
Photo 8. Idem
Photo 9. Idem
Photo 10. Idem
Photo 11. Idem

Photo 12. Idem
Photo 13. Idem
Photo 14. Idem
Photo 15. Idem

 Photo 16. Idem

 Photo 17. Idem




Lobbyng Departemen Luar Negeri,
Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB)
di Canberra Parliament House
Photo 1 : Dari Kiri, Dr. Jacob Rumbiak (Koord. Deparlu NRFPB), Rev. Pieter Woods & Herman Wainggai
Photo 2 : Dr. Jacob Rumbiak (Koord. Deparlu NRFPB) Wawancara
Photo 3 : Herman Wainggai Wawancara (Diplomat NRFPB untuk USA)
Photo 4 : Rev. Peter Woods Wawancara
Photo 5 : Herman Wainggai Wawancara (West Papua Lobbyng Continua 2013)
READMORE....!!

Selasa, 18 Desember 2012

Ras Nusantara

Ras Nusantara, CATATAN SEJARAH ANTHROPO-ETHNOLOGIS NUSANTARA
Oleh : Ali Sastramidjaja 

JAMAN 1 – 4 JUTA TAHUN PURBAKALA.CATATAN SEJARAH ANTHROPO-ETHNOLOGIS NUSANTARARas Nusantara
READMORE....!!

Seminar : Dinamika Politik & Pembangunan Papua

Agenda Kegiatan:
Seminar : Dinamika Politik & Pembangunan Papua 
Waktu pelaksanaan: 17.12.2012 - 17.12.2012 
Kategori: Agenda JDP

Deskripsi kegiatan:
Tim Kajian Papua P2P LIPI bekerjasama dengan Jaringan Damai Papua (JDP) bermaksud menyelenggarakan acara seminar akhir tahun dengan tema: “Dinamika Politik dan Pembangunan Papua”.

Hari/ tanggal : Senin, 17 Desember 2012
Waktu : Pukul 12.00-17.00 WIB
Tempat : Unique Room, Lt.2,

Hotel Harris, Tebet, Jl. Dr. Sahardjo No. 191, Jakarta 12960

Pembicara  :
  • Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si (Ketua Komisi I DPR RI)
  • Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, MA (Dirjen Otda Kemendagri)
  • Yulius Miagoni, SH (Sekretaris Komisi A, DPR Papua)
  • Latifah Anum Siregar, SH (Direktur ALDP)
Moderator : Dr. Philips J. Vermonte (Peneliti CSIS)
LIPI: Negara dan Kelompok Sipil Lakukan Kekerasan di Papua
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth mengatakan kekerasan yang terjadi di Papua dilakukan oleh negara dan kelompok sipil. 


"Di 2011 lalu, LIPI mencatat kekerasan di papua banyak tapi korbannya tidak begitu banyak. Sedangkan, pada 2012 jumlah kekerasan sedikit tapi korbannya banyak. Itu membuktikan kekerasan masih langgeng di Papua," kata Elisabeth dalam peluncuran buku "Otonomi Khusus Papua Telah Gagal dan Saya Bukan Bangsa Budak" di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (18/12/2012).

Elisabeth menjelaskan, kekerasan itu terjadi karena ketiadaan proses dialog. Menurutnya, baik negara maupun kelompok sipil lebih memilih jalur represif.

Represifitas digunakan untuk menyelesaikan setiap konflik yang terjadi. Hal tersebut, lanjutnya, tidak menyelesaikan permasalahan, bahkan mematik api konflik baru.

"Padahal, pendekatan dialogis sangat perlu untuk menggantikan represif atas kasus Papua. Inisiatif dialog itu seharusnya direspon Presiden. Tapi, sampai kini tidak direspon," katanya.

Ia menambahkan, kekerasan yang dilakukan rakyat sipil karena antara masyarakat asli dan non Papua ada keterasingan. Menurutnya, di antara kedua pihak itu ada jarak.

Negara, tidak mengakomodasi untuk mempersempit jarak tersebut. Akibatnya, kelompok non Papua maupun Papua menjadi sasaran kekerasan.

"Itu harus diselesaikan dengan kepala dingin. Semua pihak yang berkepentingan harus duduk bersama," katanya. Editor : Benny N Joewono 

LIPI: Kekerasan di Papua Masih Terjadi
Ralian Jawalsen Manurung

Kekerasan di Papua bukan hanya dilakukan negara, tapi juga dilakukan masyarakat sipil. 

JAKARTA, Jaringnews.com - Anggota tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth mengemukakan, sama seperti catatan akhir tahun di LIPI bahwa kekerasan memang masih terjadi di Papua.

"Tetapi harus dicatat bahwa tidak hanya dilakukan oleh Negara, tetapi juga masyarakat Sipil. Jadi, persoalan kekerasan menjadi meluas,"ujar Adriana, di gedung Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Selasa (18/12).

Dia mengemukakan, Otonomi Khusus (Otsus) gagal bila indikatornya adalah kekerasan.

"Tapi saya mengusulkan untuk membuat sebuah indikator yang bisa lebih terbaca, terukur untuk kita mengatakan bahwa otsus itu sudah gagal, dan kegagalannya itu kenapa, jadi apa yang harus dilakukan, "ujar Andriana.

Dia menambahkan, kekerasan di Papua ekskalasinya masih memuncak hingga kini, sehingga mengakibatkan gagalnya Otsus.

"Dan peran pemerintah daerah disana tidak siqnifikan melakukan peningkatan pembangunan, bahkan terkesan mandeknya pembangunan di Papua," ujarnya.(Ral / Ara)

LIPI: Perlu Dilakukan Dialog dalam Mengatasi Masalah Papua
Ralian Jawalsen Manurung

Pemerintah harus tampilkan sosok humanis di Papua.

JAKARTA, Jaringnews.com - Lembaga Penelitian Ilmu Indonesia (LIPI) mendorong perlunya dilakukan pendekatan dialog dalam mengatasi masalah kekerasan di Papua yang selama ini terjadi.

Peneliti LIPI tentang Papua Adriana Elisabeth mengatakan, masalah kekerasan di Papua sampai saat ini belum reda, bahkan kekerasan hingga kini terus terjadi.

"Tugas negara tampil dalam mengatasi masalah Papua, tapi tidak menampilkan kekerasan dan lebih menampilkan sosok humanis," ujar Adriana, dalam peluncuran buku bertajuk "Otonomi Khusus Papua Telah Gagal dan Saya Bukan Bangsa Budak", di gedung Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Selasa (18/12).

Lebih lanjut Adriana mengatakan, masih ada stigma non Papua dan Papua yang sekarang ini berkembang. Dan bila tidak dicari solusinya bukan tidak mungkin akan semakin meningkatkan eskalasi kekerasan di Papua.

"Papua atau non Papua ini siapa. Apakah kalau orang yang sudah lama tinggal di Papua bukan orang Papua," tukas peneliti LIPI tentang Papua ini.

Dalam mengatasi stigma Papua dan non Papua ini, jelasnya, harus dilakukan pendekatan yang lebih humanis dan melakukan dialog sebanyak mungkin sehingga dapat mengatasi masalah kekerasan.

Menurutnya, kekerasan di Papua bisa terurai dengan baik bila pemerintah pro aktif melakukan pendekatan humanis dan melakukan komunikasi yang lebih efektif. (Ral/Ara)

JDP Headline News:

Untuk Papua Damai, Harus Ada Indikator Yang Sama
Selasa, 18 Desember 2012 10:28

Jayapura – Membangun Papua sebagai  tanah damai, harus dimulai dengan membangun komunikasi diantara masyarakat sipil.

neles tebayDr. Neles Tebay“Tugas kita semua untuk memperjelas konsep Papua tanah damai agar tidak ada kecurigaan diantara kita,” demikian kata Pastor Dr. Neles Tebay, Koordinator Jaringan Damai Papua saat menyampaikan pandangannya di Forum Kajian Indikator Papua Tanah Damai di Kota Jayapura, Sabtu kemarin.

“Ada ungkapan, bicara Papua Tanah Damai sama artinya dengan bicara merdeka, ini keliru, kalau kita masih berpikir seperti itu maka sampai kapan kita bisa membangun Papua yang damai,” katanya lagi.

Menurut dia, Papua Tanah Damai mesti memiliki aturan atau indikator yang sama antara orang Papua dan non Papua. “Kalau saya punya ukuran dan kamu punya ukuran lain maka bisa konlfik, konflik terjadi karena kita punya ukuran yang berbeda, karena itulah kita mesti memiliki ukuran yang sama,” tambahnya.

Satu hal yang perlu dipikirkan, kata Neles adalah mengapa ini perlu dilakukan. “Yaitu untuk menyelesaikan konflik vertikal antara masyarakat Papua dan pemerintah. Tapi juga ada masalah komunikasi yang tidak beres diantara kita semua. Untuk menyelesaikannya kita harus mendorong dialog,” ucapnya.

Ia berpendapat, karena masyarakat Papua heterogen, ada konflik vertikal dan horizontal diantara warga sipil. Semuanya perlu memiliki visi bersama dan karena itu indikator Papua tanah damai harus dibahas.

“Semua pihak harus dilibatkan untuk membahasnya, kalau ada pihak yang tidak mau membahas itu berarti punya niat lain. Kalau  kita mau hidup di Papua, mari bersama  berjuang, kita mau menuju pelabuhan yang sama, pelabuhan damai. Non Papua perlu diberikan ruang untuk didengar pendapatnya,” katanya lagi.

Sebelumnya, diawal Desember 2012, Jaringan Damai Papua juga telah menggagas Lokakarya Dialog dan Rekonsiliasi antara Orang Asli Papua dan Non Papua di Jakarta untuk melihat pola relasi dan agenda damai bersama.

Peserta non Papua berasal dari jaringan Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) yang telah dimandatkan oleh JDP untuk melakukan kampanye Dialog Jakarta Papua bagi penyelesaian masalah tanpa kekerasan di tanah Papua.

“Tahun depan akan lebih banyak agenda konkrit untuk melibatkan komponen masyarakat sipil, Papua dan non Papua untuk membangun perdamaian,” janjinya. (Tim/AlDP)

Dialog untuk Mencari Titik Temu Perdamaian
Selasa, 18 Desember 2012 10:33

Jayapura – Pastor, Dr. Neles Tebay, salah satu koordinator Jaringan Damai Papua mengatakan, gagasan untuk menyelesaikan masalah Papua melalui Dialog awalnya dihasilkan oleh Kongres Rakyat Papua tahun 2000.

“Namun setelah itu saya sekolah ke luar dan saya tidak tahu lagi perkembangannya, seolah gagasan dialog hilang, orang bahkan takut bicara soal dialog,” ujarnya saat menghadiri Forum Kajian Indikator Papua Tanah Damai oleh Aliansi Demokrasi untuk Papua, Jaringan Damai Papua dan Tifa Foundation di Jayapura, Sabtu (15/12/2012).

“Sebab kalau orang Papua bicara dialog, dituduh bicara Papua Merdeka, kalau orang luar yang bicara dibilang mendukung papua Merdeka dan semua dianggap sebagai musuh negara maka orang lebih memilih diam, pekerjaan dijalankan seperti biasa,” ujarnya.

Lanjut Neles, pihaknya dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendorong dialog. Mereka membuat penelitian dan menghasilkan buku Papua Road Map. “Saya juga membuat buku. Buku saya berisi pendapat soal dialog supaya kalau saya bicara dialog orang tahu pendapat saya mengenai dialog,” katanya.

Menurut dia, kini dialog sudah dibicarakan dimana-mana oleh berbagai pihak. Ada LSM, tokoh agama, bahkan Komisi I DPR RI sudah membentuk Panja, kemudian ada juga Forum Akademisi yang terus mendiskusikan dialog dalam pandangan akademisi.

“Memang kami mendapat tantangan, Dimana-mana saat kami lakukan Konsultasi Publik, pihak intelejen begitu banyak. Tapi karena kami terus jelaskan dan bekerja secara konsisten maka sudah banyak yang mengerti dan kekhawatiran semakin menipis,” paparnya.

Muncul juga tantangan lainnya dengan memperkenalkan istilah Komunikasi Konstruktif. “Tapi saat pidato SBY, beliau menggunakan istilah ‘kita mesti berdialog’ maka tantangan itu juga bisa kita atasi, yang terpenting maknanya,” ucapnya.

Pastor Neles menambahkan, tantangan lainnya adalah upaya untuk meredefenisi dialog. “Pimpinan daerah seperti gubernur datang ke kampung, menteri datang bicara sama masyarakat di Papua, mereka katakan itu sudah berdialog,” katanya.

Bagi Jaringan Damai Papua sendiri, yang dimaksud dialog sebagaimana tertuang dalam buku Tawaran Konsep Dialog, sehingga orang memahami persoalan dengan baik.

"Dialog dilakukan secara sejajar antara dua pihak yang bermasalah, mencari titik temu bersama antara dua belah pihak yang bertikai agar dapat berdamai, " tegasnya. (Tim/AlDP)

Rakyat Papua Bisa Berikan Bagian Emas Lebih Dari yang Amerika Bisa
Selasa, 18 Desember 2012 10:23

HMINEWS.Com – Sekjen Presidium Dewan Papua, Thaha Alhamid tidak bosan mengulang-ulang seruan agar penyelesaian masalah Papua ditempuh dengan dialog. Dengan dialog-lah, semua hal bisa dibicarakan baik-baik, termasuk jika pemerintah pusat berkeinginan mendapatkan bagian yang lebih besar dari tambang Freeport, misalnya.

“Gunung emas ada di Amungme, jangankan Indonesia, Amerika pun tidak bisa memindahkan itu gunung. Kalau mau dialog, kita bisa bagi dua itu gunung, caranya bagaimana, ya kembali kita dialogkan. Selama ini kan untuk dapat (bagian) 5 persen saja susah. Kalau mau bahkan pemerintah pusat bisa mendapatkan 30 persen. Caranya bagaimana, ya dialoglah dengan kami rakyat Papua,” ujar Thaha Alhamid dalam seminar akhir tahun, ‘Dinamika Politik dan Pembangunan Papua, Senin (17/12/2012).

Thaha menegaskan demikian karena, menurutnya, terbukti banyak yang berkepentingan di Bumi Cenderawasih tersebut. Ia mengakui interest paling utama yang membelit adalah persoalan uang. Semua demi uang, bahkan dengan mudahnya banyak kepala daerah menjual bumi Papua ke pihak manapun untuk mendapatkan uang guna tampil sebagai kepala daerah. Setelah terpilih sebagai kepala daerah mereka malah menghabiskan waktunya untuk tinggal di Jakarta, dan jika uang habis baru mereka kembali ke daerah, atau membuat ‘deal-deal’ baru lagi menggadaikan tanah air Papua.

Thaha banyak bercerita secara satire mengenai masalah Papua. Namun bagaimanapun permasalah yang mendera, sambil diusahakan penyelesaiannya, ia sangat berharap agar rakyat Papua bisa sekolah, semuanya, termasuk yang tinggal di daerah paling terpencil yang belum terjangkau karena ketiadaan sarana yang  hanya bisa dicapai dengan pesawat. “Bagaimana caranya agar masyarakat Papua bisa sekolah, itu saja.” ucap Thaha sambil menyeka air matanya.

Upaya penyelesaian masalah secara damai dan dialog juga diserukan Mahfudz Siddiq (anggota Fraksi PKS) dan Latifah Anum Siregar (Jaringan Damai Papua/ JDP) yang menjadi pembicara seminar tersebut. Akan tetapi Mahfudz pesimis akan ada dialog, karena ia melihat, pemerintah pusat belum ada niat tersebut.

“Sampai 2014 jangan dulu berbesar hati bahwa akan ada dialog, selama kita belum punya presiden yang mencintai rakyat Papua,” kata Mahfudz.

Menurutnya pendekatan yang digunakan pemerintah masih selalu dari soal kedaulatan dan keamanan (sovoreignty and security) dan selalu menganggap semuanya merupakan potensi separatisme, padahal tidak selamanya keinginan masyarakat adalah itu. Karenanya tidak ada cara lain kecuali mewujudkan dialog.

“Namun jika dialog tetap belum bisa ditempuh, kita harus terus mendekatkan perspektif-kesepahaman. Dalam pandangan masyarakat luar Papua, ada PR besar bagi masyarakat Papua sendiri, mereka harus punya kesiapan dan kapabilitas membangun Papua. Masyarakat harus kasih tau, sinyal dan dukungan masyarakat Indonesia untuk turut membangun Papua. Fathur

Masalah Papua, Banyak Aktor Banyak Tuan
Selasa, 18 Desember 2012 10:18

HMINEWS.Com – Persoalan Papua kini sangat rumit. Tidak hanya masalah ekonomi (kesejahteraan atau bagi-bagi duit), politik (kekuasaan), keamanan, dan pendidikan. Aktornya pun melibatkan begitu banyak kepentingan yang bervariasi, tidak hanya Jakarta-Papua, tetapi juga unsur lain bahkan tak ditampik adanya kepentingan asing yang ikut bermain dan mengambil keuntungan dari situasi yang ada.

Demikian poin penting dalam Seminar Refleksi Akhir Tahun 2012, ‘Dinamika Politik dan Pembangunan Papua’ yang diselenggarakan Jaringan Damai Papua (JDP) dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Hotel Harris, Tebet – Jakarta, Senin (17/12/2012).

“Sekarang banyak aktor, mentor dari aktor juga banyak, tuannya banyak, bos-bosnya di Jakarta juga banyak,” kata Sekjen Presidium Dewan Papua, Thaha Alhamid yang menjadi salah satu dari empat pembicara tersebut.

Berbagai upaya penyelesaian masalah Papua hingga kini pun belum ada yang terbukti manjur. Kucuran dana Otonomi Khusus (Otsus) yang demikian besar tidak terbukti membawa perubahan banyak ke arah yang lebih baik.

“Kasus kekerasan sipil, politik, dan pelanggaran HAM justru banyak terjadi di era Otsus,” kata Latifah Anum Siregar dari Aliansi Demokrasi untuk Papua.

Menurut Thaha, masalah Papua pun kian tidak jelas, dan karena ketidakjelasan tersebutlah upaya memperbaiki keadaan selalu tidak relevan. Semua program yang dijalankan tidak relevan karena tidak didahului dengan dialog untuk mencari masalah yang sebenarnya.

Mengomentari situasi tersebut, Mahfudz Siddiq menyatakan bahwa Papua harus dibuka dan terbuka. Dibuka secara transparan oleh pusat sehingga tidak terus menimbulkan pertanyaan di Indonesia sendiri maupun di dunia internasional yang akan terus menjadi beban diplomasi. Masyarakat Papua juga harus terbuka agar semua elemen bangsa turut membantu menyelesaikan masalah dan menjadikan Papua lebih baik. (JDP-Headline News)

Berita terkait:
READMORE....!!

Senin, 17 Desember 2012

Kronologi Penembakan Timo Ap, Manokwari, Papua Barat

Versi Sekretariat Kerja WPNA Wilayah II Manokwari (diterima Red. Warta Papua):

Gbr 1. Luka Tembak Alm. T. Ap
Gbr 2. Idem
Laporan singkat kronologis tentang tertembaknya saudara Timo AP, pada hari Selasa tanggal 4 Desember 2012 oleh aparat Indonesia, sekitar jam 7 malam di jalan Drs. Esau Sesa/jalan baru, Manokwari. Bermula ketika korban dan istrinya baru pulang berbelanja dari toko, korban di ikuti aparat kepolisian dengan menggunakan Mobil, dari toko sampai jalan baru, dijalan baru memang sunyi kemudian korban di hadang oleh aparat yang kemudian di tangkap dan di tembak di bagian perut hingga peluru tembus di bagian belakang pinggul, kemudian korban di bawah ke Rumah sakit Angkatan Laut untuk di visum lalu mereka menjahit luka tembaknya.
Gbr 3. Jenasah Alm
Dalam kasus penembakan ini keluarga korban tidak tahu, hingga jam 11 malam baru keluarga mendapat kabar dari om/ paman korban di Maripi bahwa keluarga segera ke rumah sakit angkatan laut untuk melihat korban. Sesampai di Rumah sakit keluarga sempat mendapat hadangan dari aparat, namun keluarga bersikeras untuk melihat korban. Dan di dapatinya korban (Timo Ap) yang sudah tidak bernyawa (Meninggal dunia) dan sudah dimasukan ke dalam peti Mati, kemudian keluarga langsung membawa korban ke rumah duka (kediaman korban).

Gbr 4. Arak-Arakan Massa dg Peti Mati Alm
Besok paginya keluarga dan tetangga serta rakyat Papua Barat  secara spontanitas menjadi Marah dan langsung memalang jalan-jalan dikota Manokwari dan menuntut agar aparat Kepolisian Indonesia bertanggung jawab atas meninggalnya korban.
Namun hingga pagi keesokan harinya, tidak ada keterwakilan aparat Kepolisian yang mendatangi keluarga untuk bertanggung jawab. Kemarahan rakyat Papua Barat itu mengakibatkan pembakar dua pos Polisi.

Rakyat melanjutkan aksinya dengan memalang jalan-jalan protokoler kota Manokwari yang mengakibatkan aktivitas lumpu total. Hal itu mengundang aparat keamanan sikap dan tindakan brutal terhadap rakyat sipil Papua. Penembakan dengan menggunakan peluru tajam dan gas air mata yang menggunakan senjata laras panjang dan pendek.

Versi LP3BH Manokwari (Jubi Papua):

Jayapura (5/12)—Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Papua Barat menyebut kronoligis berbeda terkait penembakan Timotius Ap oleh Polisi di kota, Rabu, 4 Desember 2012 pagi. Berikut kronologis penembakan versi lembaga itu. 

Menurut Simon Banundi, Semuel Harun Yensenem, Thersje Julaintty Gaspersz dan Paula Mara, tim LP3BH yang mengusut kasus penembakan Timotius Ap menyatakan, kronologis peristiwa yang berhasil diungkap dari berbagai pihak termasuk keluarga korban, berbeda dengan pemberitaan sejumlah media.

Berikut kronologisnya. Melalui catatan kronologis yang diterima tabloidjubi.com, Rabu (5/12) malam menyebut, sekitar lebih dari tiga hari lalu, korban Timotius Ap cucu dari Almahrum Bapak Timotius Ap (mantan Ketua RT di Kompleks Wirsi, Distrik Manokwari Barat) pulang dari Jawa ke Manokwari, di Jawa, korban sempat tinggal bersama keluarga yang juga bekerja sebagai anggota Marinir di Pulau Jawa.

Korban Timo Ap pulang dan tiba di Manokwari dengan ditemani seorang istri Iwanggin. Korban jarang tinggal di rumah Wirsi, tapi lebih banyak di luar rumah karena masuk DPO (Daftar Pencarian Orang) akibat beberapa kasus yang oleh petugas Polisi disebut dilakukan oleh korban.

Pada hari Selasa, 4 Desember 2012, pagi hari hingga menjelang siang, korban Timo Ap sempat bergaul dengan beberapa teman-teman di Wirsi. Saat itu, meminta pinang dan makan pinang bersama mereka. Setelah itu, siang harinya korban sudah tidak diketahui oleh beberapa teman-temannya di Wirsi. Sampai pada malam hari tanggal 4 Desember 2012, sekitar pukul 09.00 WIT, korban diterima dan dirawat di Rumah Sakit Dr Azhari (Rumah Sakit Angkatan Laut) Manokwari.

Sekitar pukul 10.00 WIT, masih di tanggal 4 Desember 2012, keluarga (tante korban Nelestin AP) seorang kerabat keluarga korban menyampaikan bahwa “tolong ke rumah sakit lihat Timo, dia masih hidup atau sudah mati”… selanjunya keluarga atau tanta korban bersama saudara korban yang lain bergegas menuju rumah sakit Angkatan Laut. Namun, dalam perjalanan, mereka berlewatan dengan petugas Polisi dan medis yang mengantar jenasa korban pulang ke rumah milik nenek korban yang beralamat Jalan Simponi Rindu, Wirsi, Manokwari Barat.

Setiba di rumah, hanya nenek korban berusia sekitar 70-an tahun yang tinggal sendirian di rumah. Nenek korban tidak mengetahui bahwa jenasa cucu korban Timo Ap yang sedang di antar petugas ke rumah. “Tidak ada satu kalimat atau bahasa yang disampaikan oleh petugas yang mengantar Jenasa kepada nenek korban,” kata nenek korban. Petugas pengantar jenasah pergi dari rumah meninggalkan peti jenasa dan korban begitu saja.

Beberapa menit kemudian, tanta korban dan beberapa kerabat korban yang lain berdatangan atau pulang dari rumah sakit lalu menuju rumah nenek korban. Disana mereka mendapati Timo sudah tak bernyawa. Mereka menangis histeris melihat jenasa korban yang hanya mengenakan celana pendek dan baju kaos oblong bersih yang baru dipakaikan ke korban. Pakaian yang dikenakan korban oleh beberapa rekan korban disampaikan bahwa telah tiada hanya pakaian baru (celana pendek dan kaos oblong yang dipakaikan ke korban dari rumah sakit).

Semenjak di rumah, korban Timotius dibalut perban di sekujur dagu dan leher seakan korban terluka ternyata, tidak ada luka di dagu, leher dan kepala. Luka korban baru ditemukan di perut dekat pusar, nampak luka jahitan bekas operasi medis mengeluarkan proyektil.

Selanjtunya sekitar pukul 22.30 WIT, mulai tersebar kabar secara meluas bahwa Korban Timo Ap telah ditembak mati oleh Polisi. Ketika kabar itu tersebar, warga sekitar kompleks korban, mulai berdatangan melaihat jenasa Timo Ap. Pagi hari sekitar pukul 06.00 WIT, beberapa keluarga korban mulai melakukan aksi pemalangan jalan masuk ke Wirsi (jalan Simponi Rindu). Pemalangan mulai meluas di beberapa ruas jalan kota Manokwari.

Harian lokal Media Papua, Rabu (5/12) merilis berita pada Headline News, Timo Ap ditembak Tim Operasi Profesional (OPNAL) Kepolisian Sektor (Polsek) Kota Manokwari di Maripi Pantai Distrik Manokwari Selatan sekitar pukul 16.00 WIT karena hendak melawan petugas dengan senjata api jenis pistol rakitan, korban tewas ditembak di kepala.

Sekitar pukul 07.00 – 09.00 WIT, warga sudah menutupi jalan -jalan utama Kota Manokwari seperti jalan, Yos Sudarso, Jalan Merdeka, jalur pemukiman warga Sanggeng, Jalan Siliwangi, Jalan Soedjarwo Condronegoro (Reremi), Jalan Gunung Salju (Arah Amban) ditutup warga.

Akibat penutupan jalan, aktifitas Kota Manokwari lumpuh total, pusat bisnis, Hadi Departement Store, Orchid Swalayan, pasar, kios dan pertokoan lainnya ditutup secara massal oleh pemilik. Tak hanya pertokoan, perkantoran juga tutup. Pemerintah Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, sekolah-sekolah juga ditutup. Kantor-kantor perbankan juga ditutup sejak pagi hari hingga siang.

Pada pukul 10.00 WIT, puluhan massa mulai melakukan aksi kekerasan dengan melempari beberapa pertokoan di sepanjang jalan Yos Sudarso, jalan Merdeka hingga jalan Siliwangi. Puluhan ruko di sepanjang jalan tersebut mengalami rusak yang cukup serius, beberapa kendaraan mobil dan motor dirusak oleh massa.

Sekitar pukul 12.00 WIT, massa bergerak ke arah kota tepatnya di depan Kantor Gubernur Papua Barat. Tampak didepan kantor itu, aparat Brimob, Dalmas Polres di back up pasukan TNI terlihat memblokade ruas jalan yang akan digunakan massa. Seorang warga, Demianus Waney memegang pengeras suara di depan aparat keamanan lalu dengan suara lantang meminta kepada warga untuk bubar dan pulang. “Saya orang asli papua, anak adat, saya minta kalian bubar dan pulang… saya bilang pulang,” teriak Demianus Waney.

Mendengar perkataan itu, massa semakin beringas, beberapa ruko (rumah toko), warung makan milik warga pendatang disekitar pelabuhan laut PT PELNI Manokwari, akhirnya menjadi sasaran amukan massa yang protes terhadap Demianus Waney. Aparat polisi, Brimob dan TNI mulai bergegas maju namun berhenti sebab terjadi negosiasi antara seorang Pendeta yang mengaku sebagai pendeta terhadap korban Timo Ap yang di tembak. 

Namun, pada saat yang bersamaan Demianus Waney mengatakan, sudah melakukan segalah upaya, silahkan aparat mengambil tindakan. Dari perkataan itu, aparat bergerak maju dan membubarkan massa. Aparat keamanan dari Polisi, Brimob, dan TNI menggunakan Truck, mobil tahanan dan kendaraan Baracuda. Mereka maju dan menguasai jalan-jalan protokol yang di kuasai massa. Sekitar pukul 13.00 WIT, situasi Kota Manokwari mulai pulih dan kondusif. (Jubi/Musa)

READMORE....!!

Minggu, 16 Desember 2012

Refleksi HAM & Demokrasi Indonesia penghujung tahun 2012 dan Seruan Peace Full Protes (USA, Indonesia, Papua-Maluku) Awal Tahun 17 Januari 2013

Catatan Perlindungan HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Pict 1. Free Political Prisones Campaign
Catatan akhir tahun ini dibuat untuk menilai situasi penegakan Hak asasi Manusia (HAM) di Indonesia sepanjang 2012 jauh daripada yg diharapkan bersama. Penilaian tersebut dilakukan dengan melihat sejauh mana Negara melakukan penghormatan (to respect), perlindungan (to protect) dan pemenuhan (to fulfil) terhadap hak asasi manusia di yurisdiksinya. Penghormatan mengandaikan adanya pengakuan aturan-aturan hukum atas hak asasi manusia.
Pict 2. M u n i r - Bapak HAM Indonesia
Sementara perlindungan mengandaikan adanya peran Negara secara aktif dalam melindungi setiap individu warganya dari ancaman kekerasan atau pelanggaran HAM. Sedangkan pemenuhan diartikan sebagai upaya Negara untuk menyediakan fasilitas dan akses bagi warganya untuk mendapatkan hak-haknya. Ukuran dari trias obligasi ini tidak semata-mata menghasilkan gambaran kuantitatif, namun juga kualitatif. Sehingga dapat dikatakan, Negara Indonesia gagal memberikan perlindungan HAM terhadap warganya.
Pict 3. Aksi Solidaritas Munir
Hal ini bisa dilihat dari sejumlah situasi HAM yang khas diantaranya;  Serangan terhadap Pekerja HAM dan Demokrasi, Perlakuan buruk terhadap para Tahanan Politik, Masih terancamnya Kebebasan Beragama dan berserikat, Berekspresi dan Penyampaian Pendapat dimuka umum, dan masih banyak kejanggalan-kejanggalan didalam demokratisasi Negara Indonesia. Berita Terkait: Human Rights Watch: HAM Indonesia masih memprihatinkan, Indonesia: Melonjaknya Kekerasan Sektarian,Penyerangan di Papua, Bebaskan Aktivis Balon di Ambon, Kasus Munir: Butuh Pertanggung-Jawaban segera 


Peace Full Protes (USA, Indonesia, Papua-Maluku)
Awal Tahun 17 Januari 2013 
"Bebaskan TAPOL MALUKU dan PAPUA BARAT"

Pict 4. West Papua-Free Political Prisoners
Apresiasi kita di hujung tahun ini, yang mana akan kita akhiri dengan suatu penghormatan atas kepahlawanan saudara/i yang telah gugur mendahului kita, mereka yang mati terbunuh, disiksa dan dibantai oleh oknum-oknum aparatur pemerintah RI bahkan para pemimpin politik Papua Barat & Maluku yang masih terus dibalik terali besi, yang bersembunti dihutan dialam kekuasaan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini.

Sebagai bentuk solidaritas bagi pelanggaran HAM dan Demokrasi di Indonesia, khususnya Papua dan Maluku dan mengawali advokasi awal tahun 2013, akan diadakan aksi bersama USA, Papua & Maluku pada:
Pict 5. Tapol Maluku

Hari/ Tanggal : 17 Januari 2013
Tempat: Kedubes RI di Washington, DC, USA.
Tema: Bebaskan TAPOL Maluku dan West Papua
 
Untuk daerah Papua dan Maluku, akan diadakan Aksi demonstrasi yang sama dengan titik & tempat aksi, dikonfirmasi kemudian.
Peran serta dukungan partisipasi saudara/i, Mahasiswa, Pemuda, Perempuan, Adat, Agama, Para pemerhati HAM dan Demokrasi dan Media Publik serta pers Internasional, Indonesia (SeJawa-Bali) dan Papua-Maluku merupakan bentuk eksistensional advokasi rakyat terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM dan Demokrasi.
Pict 6. Tapol Papua
Demikian sharing minggu ini, kita terus saling medoakan, mendukung satu dan lain khususnya teman-teman advokasi di exile, Indonesia dan Rakyat Papua-Maluku yang terus melakukan kerja-kerja kampanye dan advokasi, lobying berlanjut kepada pemerintah mereka baik di Australia, Amerika Serikat, Inggris dan negara lainnya.

Ter-Iring Salam dan Doa, Selamat memasuki perayaan natal, Tuhan berkati perjuangan demokrasi bangsa.
A luta Continua.-


t.t.d:
Herman Wainggai
West Papua Political Leaders - Washington DC, USA
READMORE....!!
Loading...