Sabtu, 13 Oktober 2012

PAPUA DI ERA OTSUS


PAPUA DI ERA OTONOMISASI KHUSUS
Oleh : WPapuani

A. Situasi Papua (Tahun 2000-2009)

Majelis Rakyat Papua ( MRP ) menyatakan selang bulan agustus disaat perayaan ulang tahun Indonesia yang ke 62, lima puluh delapan orang Papua meninggal tanpa sebab. Kajian sementara pejabat resmi Indonesia ini bahwa ada upaya sistematis yang dilakukan kelompok tertentu untuk menciptakan konflik dengan berbagai cara. Namun sayangnya MRP tak bisa berbuat apa-apa walaupun mereka adalah pejabat publik tetapi selalu di garis luar yang tak punya gigi untuk menggigit Indonesia.
Intervensi internasional terhadap masalah Papua sebelum agustus-07 punya dalih untuk Indonesia serius tangani Papua. Maka untuk menjalin keyakinan akan perubahan di Papua pemerintah keluarkan PERPRES No. V tentang percepatan pembangunan kawasan tertinggal, termasuk penanganan otsus yang tidak berdaya “gagal” dilaksanakan selama tujuh tahun terkhir. Penerapan Perpres didukung dengan dana 18 trilyun. Apakah akan tuntas masalah Papua dengan keseriusan Indonesia sekarang?

B. Spektrum Kebijakan Politik di Papua Bagian Barat Melanesia.

1. Otsus-Pemekaran dalam Investasi-militerisasi

Negara-negara makmur punya cara tersendiri untuk menangani masalah yang terjadi di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang saat ini menguasai Papua. Tidak ada cara lain, selain mengintervensi secara politik dan memberi hibah pinjaman uang. Timor Leste adalah Negara terkini yang menjadi lahan pinjaman internasional selain Indonesia yang sudah menampung dan hidup diatas hutang luar negeri.

Tanah Papua dalam resensi globalisasi tidak bisa lari dari kenyataan globalisasi. Cara yang paling gampang cengkraman itu ada adalah segudang kebutuhan terus disediakan bagi kenyamanan investasi seperti pemekaran wilayah administrative, pembunuhan karakter tradisi orang Papua yang kuat, kebutuhan represi dan terror terhadap penduduk setempat. Pemekaran wilayah di Papua baik propinsi maupun kabupaten mendesak dilakukan demi menjawab kebutuhan modal internasional dan nasional. Elit politik lokal harus kalah dalam menghadapi kenyatan ini, sehingga intelektual Papua hanya dibutuhkan legitimasi untuk mendorong tercapainya keinginan kelompok modal dan rakyat terus dianeksasi dalam retorika kemakmuran dan kesejahteraan. Rentang kendali dengan dalih sejahtera, ketertinggalan namun nyatanya sama-tetap miskin dan terus tertinggal.
Nah, ada apa dengan peluncuran satelit Rusia di Biak tahun 2010 mendatang?. Negara-negara teknologi maju akan mengedepankan kemandirian teknologi dalam berbagai kebijakan politik luar negeri mereka. Negara-negara terkorup dan banyak utangnya menjadi sasaran adalah Indonesia. Amerika dan Rusia maupun Eropa dan Jepang akar perjuangan bagi kemandirian teknologi”soft&hardward”. Masyarakat Papua adalah penduduk tradisional yang belum berada dalam tataran teknologisasi modern. Dalam mempertahankan hidup pun, orang Papua masih mengadu kealam. Kita masih dimanja alam. Segala sesuatu beralih ke ketersediaan alam semata. Nah, bagaimanapun juga, pasar teknologi modern harus ada di Papua. Apa yang terjadi?..lonjakan budaya pasti ada. Kenapa Otsus gagal di Papua? Ini masalah serius dan menjadi evaluasi bahkan penghentian bagi siapapun yang berdialektika otsus berhasil. Alasannya sangat jelas, jembatan bagi kelangsungan pasar globalisasi ada di Papua adalah Otsus. Ditengah struktur sosial orang Papua yang kental dengan tradisional sejati. Masyarakat adat yang menjunjung tinggi kedaulatan adat dan budaya yang kuat. Bagi globalisasi inilah tantangan mutakhir karena mereka tak dapat hidup dengan modernisasi ditengah lingkungan yang berwatak tradisi. UU No. 21/2001 hanyalah alat bahkan jembatan globalisasi.

2. Peranan Investasi dalam gejolak politik dan kemanusiaan di Papua

Ini dia pemicu porak-poranda Tanah Papua. Di era Susilo Bambang Yudhoyono sudah ada 18 perusahaan yang ditandatangani kontrak karya kerja. Papua belum selesai soal Freeport dan BP kemudian caltex yang jelas tidak menunjukan dampak positif apapun disana. Freeport punya wewenang di wilayah pegunungan tengah, BP punya wewenang di wilayah kepala burung sedangkan caltex punya wewenang diwilayah Biak. Maroke akan dibangun perusahaan perkapalan ternama di Asia investasi jepang dan korea. Ribuan hektar hutan Papua saat ini diincar oleh pengusaha terkaya asal Belanda yang menginvestasi perkebunan kelapa sawit.
Mengapa analisis ini penting?...ya, spectrum kebijakan politik diPapua bila di tilik adalah benar peran yang dimainkan sang modal merubah fenomena sosial maupun politik di Tanah ini. Bagaimana cacatnya Proses penentuan pendapat rakyat tahun 1969 terjadi akibat dua tahun sebelumnya tahun 1967 intervensi Freeport datang ke Papua dan lahirnya UU.No 11 tahun 1967 tentang investasi asing. Dampak kemanusiaan pun nyata sejak keberadaan multicoorporat. Kasus mil 62-63 di mile Freeport selain 7 orang dipenjara-Ardi Tsugumol meninggal dalam tahanan Mabes Polri. Belum lagi masalah penembakan di wilayah konsensi Freeport yang sampai sekarang tak mampu diungkapkan oleh Negara. Sampai sekarang negosiasi penyelesaian masalah Freeport dari 1 persen menjadi 3 persen untuk penduduk sipil Papua, 4 persen naik menjadi 6 persen untuk Jakarta. Tahun 2006 pendapatan total Indonesia dari Freeport rata-rata 40 trilyun. Sejumlah problem sosial dan politik yang terjadi semenjak FI ada tidak dinegosiasikan. Musti ada sikap terbuka dari semua pihak dalam pola penyelesaian Freeport. Tekanan politik orang Papua punya peran untuk mendorong perhatian serius soal-soal kedaulatan.

3.    Fenomena Biomiliterisme & Tindakan Terror

Kehadiran Anggota Kongres AS juli 07 di Jakarta membuktikan kegagalan Otsus di Papua. Semestinya selain rakyat Papua diberikan kesempatan referendum setelah otsus berjalan selama 25 tahun (2001-2025). Solusi yang pantas adalah Indonesia membuka ruang referendum sejak otsus dinilai gagal. Jika konsekwen, Rakyat Papua sudah menentukan suara bulat dalam mekanisme referendum ditahun 2007 ini pasca kegagalan otsus. Namun realitas berubah dengan penerapan terror, penculikan, peracunan dan pembunuhan. Ada apa..!
Papua tidak lagi ditangani dengan cara-cara bersenjata sebab Indonesia memahami benar embargo senjata dari Amerika akibat kekerasan senjata aparat di Papua. Militer Indonesia dibatasi hak mereka untuk menggunakan senjata menyelesaikan masalah Papua. Nah, keterpurukan sekarang akibat kekuatan bedil sejata zaman lalu mulai nampak kasus-kasus para jenderal terbongkar bisnis liar mereka. Laporan NYT-New York Times,27/12/ 05 semua kemauan baik fasilitas maupun keuangan mulai dari letnan sampai jenderal mampu disediakan oleh Freeport.
 
Tetapi kekuatan bersenjata tidak selamanya diam jika dikemudian hari pasca penandatanganan peluncuran satelit di Biak, bantuan persenjataan Rusia dibutuhkan bagi tentara RI. Pendropan peralatan militer rusia bagi RI ini fase terkini yang menghawatirkan. Sebab kegigihan Rusia memperjuangkan masalah kemanusian HAM lemah dibanding Amerika, Eropa dst yang cukup kuat tekanan HAM.
Indonesia tidak berdaya dalam tekanan internasional itu pasti. Reformasi 1998, tuntutan Papua dan Aceh Merdeka bahkan berhasilnya Timor leste mewujudkan Negara sendiri. Fenomena politik dalam transisi demokrasi di Indonesia tak terhindarkan dari sorotan internasional. Berhasilnya Otonomi Daerah, Otsus untuk Papua merupakan konsensi internasional juga.
Apa yang dilakukan jika Otsus Papua gagal, Perundingan RI-GAM bentrok di tengah jalan. Pilihan Indonesia adalah statute Negara kesatuan tidak memberi jaminan kesatuan Negara. Maka peranan internasional sekarang adalah disatu sisi menegaskan keberpihakan dalam penyelesaian konflik namun semakin tidak konsisten dukungan bagi perjuangan wilayah-wilayah merdeka. Indonesia pasca 2009 tak akan bergigi lagi jika Negara persatuan yang rapuh, maka win-win solusi dalam menjawab masalah ini adalah…Papua dan Aceh Negara sendiri ataukah tetap dalam Indonesia dengan perkuat Otsus yang lebih baik lagi yaitu federal. Inilah satu-satunya solusi terkini dan akan datang dalam menjawab kegagalan otsus di Papua dan konflik di Aceh.

C. Kolaborasi Konflik Di Papua Menjelang Jeda Pemilu 2009

Menjelang pemilu di negeri Indonesia konflik merupakan budaya rekonstruksi elit. Indonesia dalam tataran kehidupan bernegara yang plural terbagi dalam berbagai kelompok dan golongan. Dari Mayoritas, minoritas, dominasi Agama dan Sipil-Militer. Kubu nasionalis dan kubu agamis. Fenomena golongan hari ini cukup andil dalam prospek kebijakan nasional. Lahirnya kubu oposisi, kubu Agamis liberal hingga agamis reaksioner. Kancah perpolitikan Jakarta yang semakin didominasi kembalinya tentara kedalam ruang-ruang politik semakin menjurus pada kekuasaan otoriter dikemudian hari. Pemilu mendatang, tentara dan sipil dipertaruhkan dalam pesta rakyat. Wilayah-wilayah yang rawan konflik tidak luput dari warna konflik menjelang pemilu.
Peristiwa yang terjadi di Papua sekarang adalah tidak terlepas dari kolaborasi menuju kesuksesan pemilu. Elit politik Jakarta patut di duga keberpihakan mereka dalam mempraktekan konflik di Papua. Sudah pasti Papua dibagi-bagi dalam kepentingan investasi internasional dan nasional, gerakan politik praktis pun tidak diam dalam membagi lahan. PDIP dan Golkar dua kekuatan politik rill yang dominan di nasional. Juga mayoritas baik Agamis maupun golongan Militer dua spectrum politik yang tak luput dari peranan mereka terhadap Papua.

D. Hutan Papua “solusi” Bagi Pemanasan Bumi

Masyarakat adat Punya tempat yang Sempurna
Indonesia punya wilayah territorial yang sedang dipandang dunia untuk mampu menjawab bahaya pemanasan bumi. Adalah Papua. Dalam bulan Desember 2007, akan diselenggarakan pertemuan Negara-negara dunia. Negara-negara modern dalam kasad mata terkini tertuju ke Indonesia sebagai Negara berkembang yang punya kemerdekaan adat dan budaya. Papua jadi titik tolak mata dunia tertuju. Maka tidak heran dalam kampanye GLOW-kelompok baru yang bangkit dan mengkampanyekan pentingnya masyarakat adat dipertahankan. GLOW memandang masyarakat Papua dan Dayak punya peranan Adat yang cukup signifikan dalam menjaga hutan dan lingkungannya. Maka tidak heran kawan-kawan Papua dan Dayak dilibatkan dalam perjuangan bersama masayarakat adat.
 
Capaian internasional dalam menjawab pemanasan bumi dimana dalam resolusi PBB tahun ini hendak dikeluarkan sebuah petisi resmi tentang pentingnya perlindungan terhadap Hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia. Dalam pandangan PBB, Negara-negara asia dan Negara berkembang masih banyak didominasi masyarakat adat. Dimana kemampuan masyarakat adat sudah terbukti tidak merusak hutan. Ketika resolusi PBB hendak dibawa dalam siding PBB tahun ini, tidak mulus keberpihakannya terhadap masyarakat adat akibat ketidak setujuan beberapa Negara seperti Amerika, Inggris dan Eropa. Alasan ketidak setujuannya adalah kebijakan perlindungan dan pemgakuan terhadap hak-hak masyarakat adat tidak sesuai dengan konstitusi Negara sendiri.
Namun perjuangan masyarakat adat punya tempat yang sempurna ditengah kampanye pemanasan bumi saat ini. Orang di dunia manapun mereka akui bahwa manusia tradisional mampu melindungi lingkungan alam mereka. Tetapi tantangan terkini adalah masayarakat Adat di belahan dunia diperhadapkan dua kepentingan Globalisasi antaranya Soft&hardward bagi Negara-negara berteknologi maju dan ekspansi bagi Negara-negara ekplorasi hasil-hasil bumi bertemu dalam satu kebutuhan bersama yaitu adanya jaminan pasar bagi pemasaran dan jual beli barang-barang modern.

E. Kurangnya Perhatian Negara?

Indonesia menurut data badan kesehatan dunia tahun 2005, berada pada urutan ke lima perlindungan kesehatan taraf internasional. Salah satu alasannya adalah Indonesia menjadi pusat aktivitas saham berbagai Negara-negara maju. Deteksi kelayakan obat-obatan dan makanan tidak terjangkau dan banyak illegal obat-obatan yang membahayakan kelangsungan hidup. Pusat aktivitas gempa bumi cenderung membuat para korban bencana tidak diurus kesehatannya “terlantar”. Selain wilayah yang luas dan penanganan yang terpusat, distribusi kebutuhan hidup berupa makanan pabrikan cenderung tidak terkontrol mengakibatkan banyak bahan makanan yang telah kadaluarsa masih terus dipasarkan.
 
Wilayah Papua yang sudah puluhan tahun berada dalam Indonesia tidak ada perubahan nyata. Pelosok-pelosok Papua sangat terisolasi. Maka, diperkirakan perbelanjaan bahan pabrikan untuk dijual ataupun di konsumsi membutuhkan waktu yang lama untuk bisa mendapatkan yang baru atau sesuai dengan standar WHO. Penyebaran produk di wilayah terisolasi sering berjalan dengan rotase pasukan enam bulan sekali. Alasannya adalah militer masih punya andil untuk menangani transportasi seluruh Papua, walaupun ada juga penerbangan misi keagamaan di pelosok Papua. Bukan hanya di pelosok saja yang kadaluarsa tetapi daerah perkotaan pun sama nasibnya. Rakyat Indonesia masih suka menyimpan uang daripada menggantikan produk lama dengan produk baru. Nasib rakyat yang kian tak terurus menjerumuskan siapapun untuk terus memasarkan barang-barang diluar standar kesehatan guna mendapat uang semata.
Orang Papua bila di hitung, periode Sebelum tahun 60an, selain kehilangan satu suku di Arfak-Manokwari dan mewabahnya penyakit raja singa yang diderita suku wilayah selatan sejak kontak para pendatang mulai memasuki wilayah tersebut. Ratusan orang meninggal akibat wabah penyakit raja singa. Periode tahun 60an integrasi Papua dilakukan dengan berbagai operasi militer, operasi bratayudha, kasuari, serangan fajar. Ratusan orang Papua meninggal. Periode tahun 70an hingga DOM diberlakukan dan korbanpun tak di indahkan.
Periode sekarang pun orang Papua mengalami nasib yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. HIV AIDS?, Keracunan? Penembakan? Ini semua ada di Papua.

Sudah pasti lumbung kematian itu bernama “orang Papua”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Loading...